Rabu, 16 Februari 2011

PETILASAN PARA RSI DI 3 PURA DANG KAHYANGAN BALI

16 / 02 / 2011 http:rgsfmradio.blogspot.com

PETILASAN PARA RSI DI 3 PURA DANG KAHYANGAN BALI

Amlapura - Umat Hindu di Bali yang dikenal dengan kekuatannya menyembah leluhur merupakan ciri khas dan melahirkan suatu proses unik dan religius didalam menjalankan dharma agama. Leluhur sebagai cikal bakal keberadaan umat saat ini dirasakan menjadi kunci dan mata air menyinari perjalanan kehidupannya. Tanpa dekat dengan leluhur seolah wujud baktinya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi wasa belum sampai, kendati disisi lain tidak sedikit pula umat Hindu yang tidak memiliki cara yang sama dalam hal menyembah Tuhan. Leluhur diyakini selalu memberi tuntunan manakala pratisentana di alam nyata dunia maya melakoni dharma kehidupannya sebagai suatu kewajiban dharma pula, berjalan berimbang dengan tujuan dan pencapaian pengharapan kebahagiaan kehidupan segenap anak cucu.

Para leluhur orang Bali yang dimasa lalu melakukan perjalanan spiritual dan menjadikan kehidupan keagamaan sebagai poros utama denyut nadi pengabdian hidup sepanjang hayatnya. Beliau-beliau pula yang mendesign dan memberi warna kehidupan umat Hindu Bali masa kini yang menggunakan metode upacara keagamaan sebagai salah satu cara untuk selalu merasa dekat dengan Tuhannya, dengan tidak lupa memuja leluhur sebagai menifestasi rasa baktinya. 

Kini disejumlah tempat suci atau pura-pura di Bali keberadaannya tak lepas dari para leluhur tersebut antara lain di Pura Sakenan misalnya bahkan sempat menjadi petilasan tiga tokoh terkemuka leluhur Hindu yakni Rsi Markandya, Mpu Kuturan dan Dang Hyang Nirarta. Kedatangan beliau di Bali khususnya dalam melakukan tapa yoga semadi di berbagai penjuru tanah Bali seperti di Pulau Serangan kini berdiri Pura Sakenan yang tercacat sudah ada sejak abad ke 17. Menurut pemangku Pura sakenan Jero Mangku Ketut Lengur, Pura Sakenan yang disebut Pura Dalem Rambut Sakenan diempon oleh Puri Kesiman didukung krama Sakenan didalam melaksanakan pengaci-aci dan ngempon keberadaan pura. 

Sementara itu di parhyangan Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap, juga merupakan situs petilasan Dang Hyang Dwi Jendra dibangun sekitar tahun 1.500 Masehi. Seperti dituturkan Jero Mangku Ida Bagus Mangku dari Geria Denkayu Mengwi Badung, Pura Luhur Candi Narmada Tanah Kilap merupakan pura Dang Kahyangan yang diempon oleh krama Desa Pemogan. Setiap hari selalu ada umat yang datang pedek tangkil untuk ngaturang sembak bakti baik rombongan, keluarga maupun perorangan. Biasanya saat mendekati masa liburan sekolah selalu ada saja rombongan yang melakukan tirta yatra ke Pura Tanah Kilap.

Melintasi pesisir pantai Seminya Kuta juga terdapat parhyangan yang cukup terkenal di Bali tepatnya di Pantai Peti Tenget berdiri pura megah bernama Pura Peti Tenget. Menurut Jero Mangku Badra, status pura Peti Tenget juga merupakan salah satu pura Dang Kahyangan di Bali dimana pada zaman dahulu merupakan petilasan Ida Betara Dang Hyang Nirarta dalam perjalannya membawa misi keagamaan di Bali. Pura Peti Tenget berhasil direhab dibangun kembali sekitar tahun 1966 diempon oleh 50 Banjar Adat di Kerobokan Kuta Badung. Di Pura Peti Tenget selain dilakukan petirtaan rutin berupa Piodalan juga dilakukan upacara Nangluk Mrana bertujuan nunas peneduh jagat atas berbagai mrana yang biasanya datang setiap tahun. 

Pada perjalanan terakhir Tirta Yatra rombongan Humas Pemkab Karangasem mengunjungi salah satu Pura pusat simbol kesejahteraan dunia yakni Pura Ulun Swi di Jimbaran, yang merupakan pusat Pura Subak di seantero Bali, memulyakan stana Ida Betara Dewi Sri sebagai saktinya Dewa Wisnu. Pura yang dibangun pada abad ke 11 merupakan petilasan Dang Hyang Dwijendra. Seperti dituturkan Jero Mangku I Nyoman Ampag, pura Ulun Swi Jimbaran diempon 4.000 krama Jimbaran. Uniknya keberadaan pura Ulun Swi adalah berlakunya larangan melakukan persembahyangan yakni krama Hindu tidak diperbolehkan pedek tangkil/sembahyang saat hari Budha wage / Budha Cemeng dan Budha Kliwon, karena saat itu menurut piceket penglingsir setempat saat itu merupakan hari Paruman Ida Betara sehingga permas tidak diperbolehkan nangkil.

Saban hari pura-pura kahyangan tersebut tidak pernah sepi dikunjungi umat yang hendak melakukan perjalanan tirta yatra sebagai media untuk mendekatkan diri dengan kebesaran Tuhan melalui petunjuk sinar suci para leluhur, yang mewariskan kharisma kekhasan keagamaan Hindu di Bali. Atas kemampuan spiritual yang tinggi beliau mampu menembus aktualitas arus zaman untuk menuntun umat tidak terlepas dan selalu eling dan ingat kepada kekuatan utama Sangkan Paraning Dumadi – Ida Sang Hyang Widhi Wasa.(humas Karangasem)



Tidak ada komentar: