Senin, 15 November 2010

OBSESI BUPATI GEREDEG,MENGATROL HARGA SALAK MELALUI PRODUKSI WINE

15/11/2010  http://rgsfmradio.blogspot.com

OBSESI BUPATI GEREDEG,MENGATROL HARGA SALAK MELALUI PRODUKSI WINE

Amlapura - Salak yang harganya kerap jatuh menjadi bulan-bulanan pasar saat musim raya tiba setiap tahun, menggelitik Bupati I Wayan Geredeg, SH untuk berpaling melakukan manufaktur atau pengolahan komoditi produk unggulan salak Karangasem, untuk bisa mendongkrak harga ketingkat yang lebih mensejahterakan petani. Betapa tidak, ratusan ton salak yang dihasilkan saban tahun hingga kini belum memberi efek taraf kesejahteraan kepada petani, padahal mereka sudah bekerja keras bekerja mengembangkan komoditi khas buah yang dikenal dengan sebutan fruit snake skin dimata turis manca Negara.


Saat melakukan dialog dengan petani dari berbagai Kelompoktani Karangasem di Macang Sibetan Bebandem (14-11-2010), Bupati Geredeg yang tengah mengikuti penataran Lemhahan di Jakarta mengatakan, salah satu alternatif pilihan yang paling memungkinkan adalah melalui pembuatan wine salah serta wine tradisional berbahan baku nira. Disamping akan mampu mengatrol harga ketingkat jauh lebih tinggi dibanding nilai tambah dalam bentuk dodol salak maupun keripik salak. Produksi pertanian unggulan karangasem lain seperti Mete kini sudah berhasil menembus pasar eropa dengan harga cukup tinggi karena sudah memiliki sertifikasi. Dengan demikian pertanian Karangasem sudah makin merata hingga ke Kubu sehingga taraf kesejahteraan petani makin baik. Bahkan kini prospek pengembangan wine Mete juga memiliki peluang untuk dikembangkan dengan bahan baku yang melimpah. 

Khusus Wine Salak dikatakan Geredeg, untuk masalah perijinan yang sudah dipegang belakangan ditawar hingga 2 milyar rupiah oleh investor agar dapat ijin memproduksi miras, karena pemerintah sudah menutup ijin pembuatan minuman keras beralkhohol. Untuk itu Karangasem sangat bersyukur terakhir memperoleh ijin tersebut sehingga kini sudah mantap untuk mengembangkan wine salak khususnya. Ia berharap CV. Dukuh Lestari sebagai sentranya bisa mengembangkan jaringan produksi disetiap subak atau kelompoktani untuk menjadi pengolah wine yang nantinya dipayungi oleh Dukuh Lestari. Di Karangasem kini bahkan memiliki 12.000 perajin minuman tradisional ( Arak ) tersebar di beberapa kecamatan yang perlu dilindungi keberadaanya. Kebutuhan akan wine khususnya pasar hotel dan luar negeri masih sangat besar, untuk itu prospek tersebut harus ditangkap dan dimanfaatkan karena selama ini wine didatangkan dari Cina padahal kualitas Wine Karangasem seperti yang di buat D’Awe sudah berkualitas tinggi.
Satu botol wine ditingkat petani setara dengan harga Rp. 26.000 yang diolah dari 1 Kg salak, dijual oleh distributor dengan harga Rp. 100.000 dan ditingkat pengecer hingga Rp. 200.000. Dari nilai tersebut diharap bisa nantinya mematok harga eceran salak menjadi Rp. 10.000/Kg jika daya olah pabrik sudah mencapai minimal 40-50 ton perhari. Saat paceklik salak masih bisa diatasi oleh persediaan untuk stok wine. Ia mengharap kelompok-kelompok pengolah wine segera di bentuk dari 1 – 15 orang anggota petani untuk bisa diberikan bantuan mesin pengolah wine dengan sentra pelatihan di Dukuh lestari.
Ketua Kelompok Tani Dukuh Lestari I Wayan Suparta didampingi pengurus lainnya I Nengah Dana Suardika mengatakan, untuk mengintensifkan upaya memproduksi Wine Salak sebagai salah satu alternatif mengolah produk salak, dibentuk wadah CV. Dukuh Lestari sehingga lebih fokus menangani masalah produksi wine. Sebagai salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Karangasem, potensi buah salak menjadi sangat berpeluang diolah hasilnya agar bisa meningkatkan nilai tambah. Harga salak yang selalu jatuh saat panen raya dan kurang stabilnya harga secara konvensional, maka diperlukan langkah terobosan untuk menolong petani salak sehingga bisa menikmati keuntungan lebih dari produksi salak yang dihasilkan. Untuk itu Ia berharap pemerintah dapat membantu terus upaya pengembangan wine agar bisa terangkat sebagai ikon pasca pengolahan komoditi salak khas Karangasem.

Dikatakan, kapasitas produksi wine salak yang diberi nama label Salaka Wine (Anggur Buah Salak) direncanakan 6000 liter /bulan dengan menyerap bahan baku salak per liter 4 Kg salak, total dibutuhkan salak sejumlah 18 ton salak. Dengan kadar alkohol 12 % wine salak Sibetan tergolong wine kelas B, telah mengawali produksi percobaan sebanyak 300 liter untuk produk promosi, souvenir dan kenangan, telah lolos uji menarik penggemar dari wisatawan sebagai wine satu-satunya di dunia yang diproduksi dari buah salak. Dari proses produksi hingga kemasan diperlukan waktu 3 – 6 bulan disimpan sebelumnya dalam tangki berkapasitas 1000 liter dan 750 liter. Nantinya diharapkan proses pengolahan wine salak dapat menyerap seluruh produk salak di Desa Sibetan dan luar Sibetan yang berjumlah jutaan pohon, dengan harga Rp. 5000 – Rp. 10.000 per Kg standart salak kelas I dan II. Jika dibandingkan harga dipasar saat panen raya hingga Rp. 1000 per Kg maka prospek harga salak untuk bahan baku wine jauh lebih tinggi dan sangat menguntungkan petani. Sedangkan harga sebotol wine dengan kemasan 750 ml seharga Rp. 95.000 sedangkan kemasan 350 ml senarga Rp. 45.000, tanpa bahan pengawet dan kimia. Adapun Ijin yang sudah dimiliki adalah : TDI, IPR, HO, UKL,UPL, TDP, SIUPP, SIUP MB, NPWP, SITU, IMB, MD, BPOM (13 jenis), Rekomendasi Disnaker dan Bea Cukai.

Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, SH mengatakan, salah satu produk unggulan khas Karangasem yang hendak dikemas dan dikembangkan sebagai salah satu ikon daerah adalah wine salak. Menyusul melimpahnya bahan baku salak maka upaya untuk memproduksi dilakukan sungguh-sungguh dengan melengkapi produsen dengan berbagai perijinan sehingga dapat diproduksi secara profesional guna bisa masuk dipasarkan dikalangan wisatawan dan masuk prospek eksport. Dengan kadar alkohol sekitar 21,5 % maka daya saing wine salak diperkirakan dapat digemari penikmat wine dikalanagan hotel dan turis mancanegara. Jika hal ini bisa lancar diproduksi dibawah payung aturan yang legal, maka standart harga wine dan salak sebagai bahan baku dapat dipatok sesuai kesepakatan sehingga memberikan keuntungan bagi petani.

Setelah diujicoba ternyata wine salak sangat digemari dan memiliki aroma khas yang tidak bisa didapatkan dari jenis salak lain kecuali salak Karangasem khususnya di sentral Sibetan Bebandem Karangasem. Ia optimis dengan melimpahnya bahan baku akan dapat diatasi kekawatiran keinambungan ketersediaan bahan baku terutama dimusim paceklik salak. Dengan penyerapan sekitar 50-60 ton per hari secara otomatis akan memberikan dampak terhadap harga salak untuk mengangkat kesejahteraan petani. Jika tanpa pengolahan maka sampai kapanpun produksi komoditi salak ini akan terus tenggelam tanpa memberi keuntungan yang baik bagi petani bahkan cenderung terbuang dimusin panen raya. Dengan demikian petani salak akan tertolong dari segi harga, namun disisi lain nilai tambah manufakture industri wine salak memberi keuntungan signifikan. 

Bupati Karangasem I Wayan Geredeg mengidolakan wine salak agar mampu sejajar dengan wine mancanegara yang berkelas dan memiliki trade mark saat ini, mengaku, alternatif pengolahan dalam bentuk wine merupakan satu-satunya pilihan yang memiliki prospek dan peluang bernilai tambah tinggi. Untuk itu produk olahan wine kini bahkan sudah memperoleh pengakuan pasca pengujian di Nusa Dua dan banyak digemari wisatawan. Jika produksi dan pemasaran nantinya sudah dapat digarap dengan baik, Ia optimis wine salak menjadi salah satu ikon wine khas Karangasem yang dicari wisatawan.


Tidak ada komentar: