Kamis, 23 September 2010

LIPAMS (LIPUTAN AMLAPURA SEHARI)

 23 September 2010

Dari Prsesi Usabha Gumang
SANGHYANG AMBU LUMPUH, 
DIBAWAH HUJAN LEBAT DIBUKIT GUMANG TERANG BENDERANG                                

Prosesi upacara Usabha Gumang yang berlangsung di Bukit Gumang Sanghyang Ambu Desa Adat /Pakraman Bugbug Kecamatan Karangasem, memang fenomenal. Setiap kali berlangsung pujawali ditahun genap 2010, sudah dipastikan jalur transportasi macet total alias lumpuh, mengingat ribuan kendaran roda dua dan mobil memenuhi area Bukit Sanghyang Ambu ditambah ribuan umat yang datang memedek.

Hal lain yang mewarnai pelaksanaan upacara kali ini yang berlangsung 21 September 2010 hingga 23 September 2010, saat Ida Ratu dari 4 Desa Adat yakni Bugbug, Bebandem, Jasri dan Ngis, tedun ke Puncak Bukit Gumang dan melakukan prosesi upacara hingga malam, suasana di puncak Bukit Gumang tetap terang benderang tanpa hujan sedikitpun. Namun di bawah bukit sekitar pukul 1 malam hujan lebat turun yang mengguyur pemedek hingga basah kuyup. Tanggal 22 September 2010 seluruh pretime yang diarak dengan jempana dari semua Desa Adat akan melakukan prosesi Mebiasa di Catus Pata Desa Adat Bugbug. Saat itu sekitar pukul 11.00 hingga pukul 13.00 jalur transprtasi bakal macet total. Saat itu Jempana Mesuuk untuk melakukan pertemuan sebagai simbol mekenak-kenak bertemu dengan semeton.
Prosesi pengawit upakara Usabha Gumang sudah dimulai sejak pagi hari ditandai menyemutnya pemedek menuju puncak. Puluhan Polisi dan pecalang yang mengatur lalu lintas kewalahan menghadapi kndisi jalur Sanghyang Ambu yang dikanan kirinya sudah dipadati dengan parkir. Ratusan babi guling untuk persembahan acara Mepitn bagi keluarga-keluarga yang hendak maturan, ngantre untuk bisa mendekati areal Pura untuk mempersembahkan aturannya.

Menurut Prajuru Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa, SH (21-9-2010), pelaksanaan upacara Ngusabha Desa pada tahun genap yakni tahun 2010 dilakukan prosesi upacara tingkatan utama, ditandai tedun Ida Ratu Manca Desa, sedangkan jika tahun ganjil hanya dilakukan pengusaban kecil tingkatan nista. Untuk prosesi upakara tahun ini puncak upakara berlangsung di Pura Gumang menjelang senja setelah Ida Ratu dari Manca Desa (Bebandem, Ngis, Jasri dan Pengayengan Betara dari Datah) sudah napak. Terlebih dahulu Ida katuran upakara dilengkapi sarana bebanten suci pebangkit meruntutan sambleh ayam. Setelah itu, Ida Ratu melakukan Ngider Mresawya berlawanan arah jarum jam sebagai pertanda menyeimbangkan alam semesta beserta isinya menuju kerahayuan jagat. Saat prosesi Mebiasa memang pengiring mundut Ida Ratu berlari-larian sesuai ideran, namun selama ini belum pernah terjadi kecelakaan / risiko berbahaya dari pengiring atau benturan pisik yang menimbulkan cidera dikalangan pengiring.

Saat Ida ratu katuran di Pura Gumang itulah dilakukan upacara Mapinton yang dipimpin Jro Mangku Gumang, yang mengandung makna simbolis agar semua pratisentana krama Bugbug dimanapun tetap eling - ingat dan terkait dengan penyungsungannya, serta selalu taat dan ingat kepada Hyang Widhi penguasa alam semesta. Ida Ratu Gede Gumang yang disungsung dan katuran upakara saat Usabha disimbolkan dengan prsesi Mabiasa atau bertemu dengan semeton-semeton Ida, seperti putran Ida dari Bebandem dan putrin Ida dari Ngis, Jasri serta Datah.

Setelah Nyejer sehari di Pura Gumang keesokan harinya melakukan prosesi Mabiasa di Catus Pata Desa, Ida Betara katuran mekenak-kenak matemu wirasa dengan semeton Ida. Dalam hal ini dijelaskan Mas Suyasa, sering diplesetkan dengan sebutan Dewa Mepalu, padahal hanya merupakan momentum pertemuan antara Ida Ratu yang diiringi umat menggunakan Jempana saling bertemu. Biasanya saat itulah terjadi prosesi pertemuan yang unik dimana pengiring melakukankannya dengan penuh semangat dan didorong kekuatan gaib untuk saling Mesuuk/dorong mendorong sehingga seolah terjadi Mepalu padahal tidak demikian, jelas Mas Suyasa lagi. Setelah upacara Mabiasa di Pempatan Agug barulah Ida Ratu Nyejer lagi satu hari, Ida Betara Bandem dan Ngis di stanakan di Bale Panggungan dan Ida Betara dari Jasri Melinggih di Pura Pasuikan, untuk selanjutkan kembali ke masing-masing Desa Adat keesokan harinya.

Menurut Jro Mangku Gumang didampingi Jro Mangku Suti dan Pinandita lainnya, pemargi pengiring Jempana yang seluruhnya berjumlah sekitar 50 buah saat memargi nglunganin ke Bugbug diawali dari Ida Betara dari Bugbug nglunganin pertama ke Pura Luhur Gumang disusul Bertara saking Ngis, Jasri dan Bebandem. Saat Metemu Mabiase kerapkali pengiring, ngiring dengan penuh emosi namun tetap dikendalikan oleh prajuru dan jro mangku agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tradisi Mapinton yang berlangsung turun-temurun setiap kali pelaksanaan Usabha Gumang diyakini oleh semua krama Bugbug sebagai kesempatan memperoleh berkah keselamatan dan krahayuan terhadap pratisentne. Bagi krama Bugbug yakin terhadap keselamatan anaknya yang sudah Mapinton, jika anak laki maka gulingnya juga kucit muani dan jika anaknya perempuan maka gulingnya juga kucit luane. Mapinton tidak hanya melibatkan krama di Desa Bugbug saja, tetapi juga diyakini krama Bugbug yang sudah kawin keluar, tidak berani tidak melakukan Mapinton terhadap semua anaknya yang ditaati hingga kini. Prosesi upacara Usabha Gumang dari sekitar jam 13.00(Wita) gerombolan krama yang akan Mapinton ke Pura Gumang sudah mulai memenuhi jalanan menuju Pura di Puncak Bukit Gumang sambil membawa guling metegen tumpeng dan bebanten lainnya.


1 komentar:

Sudarma mengatakan...

Ini adalah artikel yang sangat bagus. Saya senang membacanya karena mendapatkan pengetahuan tambahan tentang usaba Gumang dan Mapinton.

Baju Bali Murah