Senin, 23 Agustus 2010

LIPAMS (Liputan Amlapura Sehari)

23 Agustus 2010

>>AETAK PARAMARTA,
ATILIT CACAT PENYANDANG JUARA DUNIA

Meski cacat bawaan yang dideritanya, namun semangat juang seorang Aetak Paramarta layak diacungi jempol. Betapa tidak, dengan keterbatasan fisik tubuhnya tanpa kaki dari lutut kebawah, Aetak Paramarta asal Kota Amlapura Kabupaten karangasem, akhirnya berhasil mengukir prestasi gemilang sepanjang sejarah hidupnya, yakni menyandang prestasi Juara Dunia Atlit Bulutangkis dari kejuaraanm Dunia Olahraga penyandang cacat di Kobe Jepang Tahun 1989.
Saat ditemui di Amlapura (23-8-2010) Aetak Paramarta menuturkan, sejak tahun 1965 ia mulai tertarik belajar permainan bulu tangkis dengan menggunakan media seadanya di jalan raya. Baru semenjak tahun 1967 ia mulai memakai raket untuk bermain bulu tangkis bersama rekan dan sahabatnya dilingkungan tinggalnya Kota Amlapura. Karena dorongan kegemaran – hobynya yang menggebu iapun terus berlatih dan berhasil bermain baik dan menguasai lapangan dengan baik. Sebagai pemain alami yang tumbuh tanpa pelatih, Aetak terus mengasah kemampuannya sehingga bisa bermain dengan rekannya yang tidak cacat dan kerap kali bermain di gedung Kesenian Amlapura. Pertandingan demi pertandingan pun dialaminya sehingga lebih meningkatkan kemampuan skillnya menguasai lapangan dan thenik memukul bola menyiasati keterbatasan pisiknya.

Pertama kali pada tahun 1988 setelah ia diketahui merupkan pemain berbakat di cabang bulutangkis, ditawari ikut ambil bagian dalam even di Malang mewakili Bali. Dari even tersebut ia sukses merebut medali emas dan memberi semangat dan kebanggaan sebagai penyandang cacat yang mampu meraih prestasi layaknya orang normal. Tahun berikutnya yakni tahun 1989 kembali dilirik untuk dipersiapkan mengikuti ajang lebih bergengsi yakni Kejuaraan Dunia Penyandang cacat di Kobe Jepang. Mengalami pemusatan latihan di Solo selama 2 bulan dan 11 hari di Jakarta akhirnya ia terpilih sebagai salah satu atlit yang akan mewakili Indonesia ke ajang bergengsi di Jepang. Saat itu segala persiapannya dibantu dan didukung pemerintah dan Persatuan Orang Cacat (POC) di Propinsi hingga berhasil terpilih sebagai tim Indonesia. Di Kobe Jepang Aetak berjuang mengalahkan saingan beratnya dari berbagai negara sehingga sukses melaju ke babak final dan berhasil memang. Kegembirannya menjuarai Kejuaraan Dunia dengan medali emas membuatnya bangga tak alang kepalang. Semua orang memberi ucapan selamat dan memberikan penghargaan. Ketika itu atlit Bali dari Cabang Lari juga berhasil meraih medali perak dan perunggu, dan satu-satunya atlit Bali dari karangasem yang berhasil meraih medali emas saat itu.
Mengenai kesan terbengkalai di Bandara Jakarta, diakui Aetak karena tidak adanya offisial Bali saat itu sehingga dirinya dibiarkan saja sampai di Bandara tanpa diurus pemulangan menuju Bali, tetapi ia segera dibantu koleganya di Jakarta untuk melanjutkan penerbangan ke Bali. Pengalaman itu memang sekaligus tidak mengenakkan dan berbanding terbalik dengan prestasi yang diraihnya di ajang internasional.
Orangtua Aetak, Riangsa (73), sempat mengaku kecewa dengan perlakuan tim waktu itu yang membuat anaknya terlantar. Namun kendati begitu yang terpenting, demikian Riangsa, anaknya memiliki semangat dan mental baja yang pastas diteladani dan dihargai yang membentuk mentalitasnya sampai bisa berdikari hingga kini. (Humas Kab Karangasem)




Tidak ada komentar: