Selasa, 26 Oktober 2010

3 TOKOH MUDA BALI BICARA PEMILU DEMOKRATIS

26 Oktober 2010 http://rgsfmradio.blogspot.com

3 TOKOH MUDA BALI BICARA PEMILU DEMOKRATIS                                                            

Amlapura - Tiga tokoh muda Bali yang potensial berbicara menyangkut mewujudkan penyelenggaraan Pemilu lebih demokratis, antara lain AA Gde Wisnu Murti (mantan Ketua KPU Bali), I Gusti Putu Artha, SP. M.Si (Anggota KPU Pusat) dan I Dewa Gde Palguna (mantan Hakim MK), pada acara seminar sehari yang diselenggarakan KPU Kabupaten Karangasem (25-10-2010).


Dalam papernya I Gusti Putu Artha mengatakan, saat ini berkembang wacana menyangkut penataan ulang sistim pemilu antara lain untuk Pileg dan Pilpres tetap seperti sekarang, sedangkan Pemilukada meliputi tiga varian yakni Pilgub dipilih DPRD Propinsi, Pilkada Bupati/ Walikota tetap secara langsung oleh DPRD Kab/Kota, varian kedua baik Gubernur, Bupati maupun Walikota dipilih oleh DPRD dan varian ketiga tetap secara langsung baik di Propinsi maupun Kabupaten/Kota. 

Sementara wacara kedua berkembang Pemilu nasional dan Pemilu lokal. Pemilu nasional DPR, DPD dan Presiden dipilih dalam satu waktu, disusul Pemilu lokal 1 – 2 tahun berikutnya memilih DPRD, Bupati./Walikota dan Gubernur. Selain wacana tersebut muncul pula gagasan Pilpres dan Pileg Plus yakni menghapus Pemilukada dan menggandengkan dengan Pileg. Melalui regulasi tersebut Parpol pemenang Pileg didaerah tersebut berhak atas jabatan Ketua DPRD dan Kepala Daerah Terpilih, dengan syarat saat kampanye calon Kada yang dijagokan disosialisasikan. Melalui cara tersebut dua hal dapat diraih yakni terpelihara pemerintahan efektif karena selaras antara legeslatif dan eksekutif, berikutnya dana yang digunakan bisa dimanfaatkan untuk program pembangunan serta menghindari terjadinya korupsi ditingkat pemilih dan pemborosan anggaran sebagai calon Kada.

Upaya mewujudkan pemerintahan demokratis hendaknya diletakkan dalam perspektif pemerintahan yang dipilih melalui kualitas demokratis substansial yang bermutu, yang dimulai dari penataan sistim politik dan pemilu. Penataan tersebut diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang efektif biaya murah, konflik yang rendah dan penguatan kelembagan politik tercapai.
Sementara AA Gde Wisnu Murti mengatakan, pelaksanaan pemilu selama ini masih menyisakan persoalan yang patut dicari solusinya. Secara prosedural lemahnya dimensi aturan berdampak pada lemahnya penegakan hukum, kabur dan terjadi multi tafsir sehingga memicu konflik. Netralitas penyelenggara masih menjadi sorotan memerlukan penyadaran untuk menempatkan diri pada porosnya diantaranya dihadang kendala struktural, mentalitas dan budaya yang melahirkan budaya demokratis pragmatis. Oleh karenanya penguatan budaya plitik demokrasi memerlukan dukungan infra maupun supra struktur memadai meliputi lapisan pemerintahan yang netral propfesinal dan akuntabel. Negara mestinya memberi ruang partisipasi luas seraya memberi pendidikan politik bagi masyarakat dalam mengembangkan budaya demokrasi, disusul tampilnya KPU sebagai lembaga yang elegan. Dibidang supra struktur politik meliputi peranan parpol sebagai pilar demokrasi diharap mampu menjalankan peran dan fungsi sebagai agregasi kepentingan politik, alat artikulasi politik, partisipasi politik dan reklrutmen politik dalam melahirkan pemimpin berkualitas.

Sementara I Dewa Gede Palguna mengatakan, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan pemerintah jika hendak menciptakan Pemilu demokratis yakni aspek regulasi/pengaturan, penyelenggaraan dan penegakan hukum. Sementara itu sesungguhnya diperlukan proses institusional building khususnya terhadap KPU sebagai lembaga bersifat nasional, tetap dan mandiri. KPU tidak boleh tertarik kepentingan partisan dengan misi menegakkan sistim ketatanegaraan sesuai amanat UUD 45. Usaha menanamkan demokrasi harus dimulai dari atas melalui pembentukan UU dan putusan pengadilan berfungsi memberi arah pemkembangan masyarakat.

Tidak ada komentar: